Refleksi dari 2019: Kekeringan Jangan Lagi Dianggap Biasa-Biasa Saja
Tony Djogo
Ketika mengunjungi beberapa kabupaten dalam tahun 2019 sangat jelas terlihat bahwa kekeringan dan tingginya temperatur udara
punya dampak yang serius bagi beberapa daerah pertanian dan kehidupan masyarakat
sehari-hari. Sebagian daerah merasakan dampak kekurangan air, masalah kesehatanm dan tanaman yang kering karena kekeringan parah.
Kekeringan tahun ini awalnya dianggap tidak begitu hebat karena tidak ada informasi mengenai El Nino jika dibandingkan dengan kekeringan akibat El Nino 2015 yang diperkirakan berakhir bulan Desember 2015 ternyata berlangsung sampai Maret dan April tahun 2016.
Akibatnya pada waktu itu di beberapa daerah di mana ratusan hewan ternak mati seperti yang terjadi di Manggarai Timur. Di Kupang Barat kekeringan diikuti dengan munculnya penyakit ternak babi dan unggas. Sumber-sumber air untuk ternak berkurang atau kering sama sekali. Pakan ternak baik rumput atau semak seperti lamtoro, gamal dan daun-daun lainnya tidak cukup produksinya.
Kekeringan tahun ini awalnya dianggap tidak begitu hebat karena tidak ada informasi mengenai El Nino jika dibandingkan dengan kekeringan akibat El Nino 2015 yang diperkirakan berakhir bulan Desember 2015 ternyata berlangsung sampai Maret dan April tahun 2016.
Akibatnya pada waktu itu di beberapa daerah di mana ratusan hewan ternak mati seperti yang terjadi di Manggarai Timur. Di Kupang Barat kekeringan diikuti dengan munculnya penyakit ternak babi dan unggas. Sumber-sumber air untuk ternak berkurang atau kering sama sekali. Pakan ternak baik rumput atau semak seperti lamtoro, gamal dan daun-daun lainnya tidak cukup produksinya.
Dalam pengamatan tahun 2019, pohon pelindung kopi, terutama dadap, yang umumnya ditanam sejak puluhan tahun di
Ngada kering pucuknya. Tentu saja pengaruh pada produksi kopi. Beberapa komoditi mengalami kekeringan walaupun
tidak banyak yang mati seperti vanili, cengkeh, pala, jambu mete dan kakao
kekeringan di beberapa daerah dan bahkan ada yang mati. Turunnya hujan pada
akhir tahun 2019 dan awal 2020 diharapkan menyelamatkan tanaman-tanaman perkebunan
dari kekeringan.
Kekeringan tahun 2019 di dataran Timor dihantui juga dengan
tingginya suhu udara baik pada pagi
hari, siang atau malam. Bagi rumah tangga yang tidak punya kipas angin tentu
cukup menderita kepanasan di malam hari.
Kekeringan tahun ini sangat terasa sampai akhir Januari walaupun kadang ada hujan. Ramalan atau prakiraan cuaca yang memberikan informasi bahwa hujan baru akan cukup dan merata mulai awal Februari sampai April 2020 tidak begitu meyakinkan masyarakat. Masyarakat kita belum terbiasa dengan memanfaatkan prakiraan curah hujan atau atau ramalan cuaca.
Sepertinya ada ketidakadilan bahwa ketika terjadi kekeringan di NTT di daerah Jawa Barat dan lain-lain terjadi hujan lebat dan merata sampai banjir. Kendala geografis dan hidro-orologis ini tidak bisa kita atasi tetapi harus diadaptasi. Namun harus jadi pemicu untuk memikirkan teknologi konservasi dan pemanfaatan air.
Sepertinya ada ketidakadilan bahwa ketika terjadi kekeringan di NTT di daerah Jawa Barat dan lain-lain terjadi hujan lebat dan merata sampai banjir. Kendala geografis dan hidro-orologis ini tidak bisa kita atasi tetapi harus diadaptasi. Namun harus jadi pemicu untuk memikirkan teknologi konservasi dan pemanfaatan air.
Kekeringan sangat serius dampaknya bagi ekonomi masyarakat.
Masyarakat harus mengeluarkan uang
banyak untuk membeli air dari mobil tanki. Pada saat yang sama masyarakat yang tinggi di
dataran yang lebih tinggi dan lereng terjal di Kabupaten Sikka semakin susah
air sehingga ada yang harus membeli air yang diangkut dari mobil tanki dengan harga yang mahal. Ini hal
yang tidak biasa di tahun-tahun sebelumnya.
Harga air yang dibeli masyarakat yang tinggal di daerah
perbukitan seperti lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah yang datar selain
karena jarak juga resiko yang lebih tinggi. Mengangkut air di jalan menanjak dan terjal punya resiko
lebih besar dibandingkan dengan mengangkut air
di daerah pantai, dataran rendah atau daerah yang datar. Beberapa pegawai Dinas Pertanian di Kabupaten Sikka secara kasar membuat perhitungan kebutuhan
air dengan harga beli dari tanki air yang ada sekarang bisa mencapai miliaran
rupiah untuk sekian ratus desa yang kesulitan air.
Salah satu fenomena yang terjadi di hampir semua kabupaten
adalah bahwa kebanyakan sumber-sumber air alamiah seperti mata air dan sungai
kecil berkurang debitnya secara dramatis sampai kekeringan. Namun hal ini
semakin parah karena masyarakat terus membuka lahan di sekitar sumber air. Bahkan masyarakat membakar kebun persis di
daerah di atas sumber air seperti yang kami saksikan di salah satu Desa di Kabupaten
Alor. Debit air dari mata air alamiah berkurang drastis di beberapa Kabupaten
seperti di Ngada, Kupang, Sikka dan
Manggarai Timur.
Faktanya orang menganggap bahwa kekeringan adalah hal yang
biasa dan sudah biasa dibiarkan saja
tunggu pemberian alam dan pertolongan Tuhan YME. Namun faktanya bahwa nasib NTT selalu kurang baik dalam banyajk hal termasuk urusan iklim khususnya curah hujan dna temperatur. Ketika daerah lain kelebihan huja sampai banjir NTT kekeringan tidka karuan.
Itu memang sudah alamiah. Padahal ada daerah yang sumber airnya sangat dekat sehingga perlu respons dengan dengan cepat misalnya dengan mengangkut air walaupun dengan teknik sederhana saja. Bahkan bisa membuat irigasi tetes yang sederhana dari bambu, Jika ada daerah yang sangat parah kekeringan ada daerah yang melimpah sumber ainya tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik seperti yang dapat dilihat di Sumba Barat Daya, Ngada, Nagekeo atau di daerah Konga, Kabupaten Flores Timur, Sumba Barat dsb.
Itu memang sudah alamiah. Padahal ada daerah yang sumber airnya sangat dekat sehingga perlu respons dengan dengan cepat misalnya dengan mengangkut air walaupun dengan teknik sederhana saja. Bahkan bisa membuat irigasi tetes yang sederhana dari bambu, Jika ada daerah yang sangat parah kekeringan ada daerah yang melimpah sumber ainya tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik seperti yang dapat dilihat di Sumba Barat Daya, Ngada, Nagekeo atau di daerah Konga, Kabupaten Flores Timur, Sumba Barat dsb.
Yang jadi persoalan adalah sumber-sumber air yang besar
berada di daerah yang rendah elevasinya dibandingkan dengan daerah yang akan
memanfaatkan sumber air tersebut. Tidak semua teknolog pemanfaatan air bisa
dipakai untuk menyediakan air yang segera dapat digunakan.
Beberapa daerah seperti di Sumba dan Ngada sudah mulai
memanfaatkan teknologi pompa air buatan Belanda yang memerlukan air mengalir di
Sungai untuk kemudian dipompa ke dataran
yang lebih tinggi. Pompa mereka Barsha
ini sudah dipasang untuk petani Pulau Sumba dan di Mengeruda Soa. Pompa ini berhasil
mengangkat air ke tempat yang lebih tinggi. Tetapi tentu saja memerlukan sungai
dengan air yang mengalir. Bagaimana dengan daerah yang tidaka ada sungai, kali atau
sumber airnya?
Kekeringan yang parah menyebabkan banyak hewan ternak kesulitan air minum dan kekurangan pakan ternak. Alternatifnya pemilik ternak harus memindahkan hewan peliharaan mereka ke tempat lain seperti terjadi di Manggarai Timur.
Dan ada fenomena seperti Nagekeo, Flores, di mana hewan ternak makan kulit-kulit kayu mahoni, jati putih sabut kelapa dan tanaman pagar sehingga tidak heran jika ada daerah yang petani sudah pasrah saja karena tanaman peliharaan di pekarangan rumah harus ludes dimakan ternak seperti laporan dari Desa Tedakisa dan Tedamude di Nagekeo. Tidak heran ada daerah yang sangat luas tidak ada tanaman sama sekali kekeringan dan panas seperti dapat dilihat antara Mbay dan Lengkosambi Riung, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan sebagainya.
Di daerah-daerah dengan ternak yang dipelihara dengan sistem
penggembalaan bebas mereka sangat tergantung pada pakan alam baik rumput atau
semak. Kekeringan menyebabkan sumber pakan berkurang sangat drastis. Dan tentu saja sumber air yang terus
berkurang. Banyak pohon sumber pakan ternak yang kering seperti yang dapat
dilihat di Ikan Foti, Nekamese, Amarasi,
Kupang Timur, Riung, Mbay, Rendu, Lekolembo, Tedakisa, Tedamude, Sumba Tengah,
Sumba Barat Daya, Sumba Barat dan
sebagainya. Jangan dianggap sepele.
Padang penggembalaan yang luas yang masih tersedia tidak
bisa dimanfaatkan karena tidak ada sumber air. Ternak perlu air bukan hanya
rumput yang juga sudah mengering.
Yang menyedihkan ada daerah yang sangat kelimpahan air
tetapi desa tetangganya kekeringan. Dua
desa yang bertetangga yang berada di daerah irigasi yang sama bisa sangat
berbeda ketersediaan airnya. Satu desa kelebihan air sampai terbuang ke jalan
raya tetapi desa tetangganya tidak punya air yang cukup untuk tanam sayur dengan
menyiram secara manual, jangankan untuk irigasi sawah atau tanaman lainnya
seperti yang dapat dilihat perbedaan antara Bena dan Linamnutu.
Di Lembor kami menyaksikan ada air yang sangat melimpah di
saluran irigasi tetapi rumah-rumah penduduk di sekitar saluran air halaman
rumahnya kering dan tidak ditanam apa-apa. Apakah masyarakat memang tidak
berminat menanam tanaman sayuran atau hortikultura atau tidak ada penyuluhan dan
pelatihan atau memang ada faktor lain?
Respons terhadap kekeringan sangat bervariasi. Di Desa
Nunsaen, Fatuleu, Kabupaten masyarakat
mengamankan sumber mata air terdekat untuk pengembangan hortikultura dan kebutuhan rumah tangga dan ternak.
Masyarakat menandai di mana ada tempat yang air besar keluar dalam musim hujan
dan masyarakat menghadapkan pemerintah bisa bantu membangun embung-embung di
situ. Sayangnya di sekitar sumber air
hanya tumbuh bambu dan beberapa tanaman liar. Perlu penanaman tanaman lokal
yang sudah adaptif di situ seperti enau, beringin dan beberap jenis pohon lokal
yang tetap hijau.
Daerah dampingan Yayasan LENTERA CIDEC di Fatuleu ini berhasil mengembangkan tanaman
hortikultura dengan hasil yang sangat bagus. Kerjasama antar masyarakat baik
sekali, mereka berhasil menanam berbagai jenis sayuran organik dengan teknologi
olah lubang (untuk konservasi tanah dan air)
dan hasilnya bagus dan dijual ke
Kupang atau pedagang dari Kupang datang ke Camplong menjemput tanaman organik yang sangat sehat dan besar-besar ukurannya.
Di banyak tempat masyarakat mengatakan kalau pemerintah mau bangun kami beri air, sediakan air, bangun sarana dan prasarana yang bisa menyediakan air. Yang lain bisa kami atur. Tanaman pasti jadi dan kami bisa hidup. Ternak kami tidak mati kehausan karena kekeringan. Sekelompok Petani di Kupang Barat tegas mengatakan bahwa pemerintah cukup menyediakan air. Sediakan air kami tanam bawang kami bisa beli Kijang.
Intinya pemerintah dan masyarakat perlu kerjasama untuk
untuk sumber-sumber konservasi air, hemat air, menghidung kebutuhan air minimum
untuk pertanian, peternakan dan rumah tangga, menyediakan teknologi panen air,
irigasi sederhana di daerah-daerah terpencil dan pegunungan yang mempunyai
komoditi pertanian yang menjadi andalan masyarakat.
Dulu tidak pernah terjadi atau sangat jarang terjadi petani tanaman perkebunan menghadapi masalah
kekeringan yang serius. Apa yang akan
terjadi jika di masa yang akan datang kita juga harus merancang irigasi untuk tanaman perkebunan termasuk
pohon pelindungnya?
Berubahnya tata guna lahan diperkuat juga oleh penanaman
pohon yang tidak tepat atau berkurangnya daerah resapan air menyebabkan sumber
air untuk perkotaan juga akan sampai
pada masa kritis. Tahun 1960-an – 1970an, kali-kali atau sungai atau bahkan tebing-tebing perbukitan di sekitar kota Bajawa sangat berkelimpahan air.
Sekarang semakin parah. Ada yang total
kering.
Jika hujan turun dengan intensitas normal dalam bulan
Desember dan Januari banyak tanaman perkebunan
masih terselamatkan. Tetapi kita
tidak tahu apa yang akan terjadi karena tidak pastinya turun hujan sampai bulan Desember bahkan awal Januari banyak ladang atau kebih belum ditanami apa-apa. Ada yang spekulasi tanam dengan resiko gagal.
Ada saat di mana hujan akan turun tetapi kemudian kering
beberapa saat lalu hujan lagi. Pemerintah dan masyarakat perlu mulai memikirkan penampungan air hujan
pada saat hujan turun dan kemudian dimanfaatkan pada waktu kekeringan, baik
untuk hortikultura, pangan ataupun perkebunan dan air minum ternak serta. Biasanya curah hujan tidak menentu bukan hanya
intensitas atau jumlahnya tetapi hari hujannya. Kadang dalam satu bukan kita
hanya punya 10 hari hujan atau 15 atau
20 sisanya kering. Kita perlu membiasakan diri dengan mempelajari data BMKG.
Info prakiraan cuaca perlu dipaham masyarakat bukan hanya oleh pemerintah saja.
Secara kumulatif total air hujan yang turun cukup jika curah
hujan normal tetapi penyebaran atau distribusi hari hujannya. Panen air dan
pemanfaatannya perlu dirancang bersama masyarakat. Kita tidak kekurangan air tetapi kekurangan
manajemen air.
Dalam kunjungan saya ke Israel tahun 1999 ketika menghadiri
sebuah seminar di sana kami diajak mengunjungi daerah pertanian di Bersheba.
Saya sangat terkagum-kagum dengan manajemen air. Bagaimana tidak. Dengan curah
hujan hanya 225 mm per tahun. Petani bisa menanam kentang, jeruk dan sayuran di
padang pasir. Padahal curah hujan di daerah kering Timor mencapai rata-rata 1.000 – 1.250 mm per
tahun. Tetapi sebagian besar air hujan ini terserap ke dalam tanah atau
mengalir dalam bentuk run off terus ke laut. Masyarakat lokal di sana punya pandangan bahwa
membuang air ke laut adalah dosa. Setiap tetes air harus dimanfaatkan termasuk
air limbah dari rumah (kamar mandi dan sisa cucian dapur), AC dan sebagainya.
Banyak contoh dari negara lain tentang teknik konservasi dan Pengelolaan air yang bisa kita pelajari. Ada yang murah ada yang sangat mahal.
Intinya kita perlu memanfaatkan setiap tetes hujan yang jatuh ke Bumi kita. Fakta menunjukkan ketika hujan banyak air yang terbuang, lalu ketika tidak hujan dua sampai tiga hari terjadi kekeringan karena evaporasi yang begitu tinggi. Di bidang pertanian konsep neraca air dan efisiensi penggunaan air harus di jabarkan dalam disain teknologi dan penataan pola tanam.
Banyak contoh dari negara lain tentang teknik konservasi dan Pengelolaan air yang bisa kita pelajari. Ada yang murah ada yang sangat mahal.
Intinya kita perlu memanfaatkan setiap tetes hujan yang jatuh ke Bumi kita. Fakta menunjukkan ketika hujan banyak air yang terbuang, lalu ketika tidak hujan dua sampai tiga hari terjadi kekeringan karena evaporasi yang begitu tinggi. Di bidang pertanian konsep neraca air dan efisiensi penggunaan air harus di jabarkan dalam disain teknologi dan penataan pola tanam.
Comments