Lamtoro: Potensi besar di Timor, Sumba, Flores, Solor, Lembata, Alor yang belum Dimanfaatkan Sepenuhnya

Dalam berbagai kunjungan Lapangan termasuk dalam kunjungan bersama Gubernur NTT dari Manggarai sampai ke Solor, Lembata dan Alor dan juga kunjungan saya di Sumba dan Timor bulan Juli lalu, saya menemukan banyak (begitu luasnya kawasan yang ditumbuhi) Lamtoro. Tanaman ini (Leucaena leucocephala) tumbuh alamiah subur dan cepat berkembang, dari yang dulu ditanam pada jaman Gubernur Ben Mboi bersama para Bupati dan Para Kepala Dinas dan Masyarakat tahun 1980-an dan para pemimpin setelah itu. Spektakuler.

Sejarah pengembangan Lamtoro tidak bisa dipisahkan dari kepemimpinan. Tiga tokoh sentral yang berkaitan dengan Lamtoro di NTT adalah Raja Amarasi di Timor (1930-an), Pater Bolen di Sikka (1960 an) dan Gubernur Ben Mboi (1980-an). Raja Amarasi didukung rakyatnya dan Pater Bolen didukung umatnya. Tentu saja Gubernur didukung oleh staf di bawahnya, para Bupati, Camat dan Desa serta para petugas Dinas Pertanian dan Peternakan dan ujung tombaknya para anggota masyarakat melalui reboisasi dan penghijauan yang masif. Tentu ada tokoh-tokoh lain yang berjasa namun tidak tertulis namanya dalam laporan hasil penelitian atau publikasi tentang lamtoro. Hasil karya mereka masih terasa sampai saat ini. Hasil yang dicapai sangat masif dan membuat transformasi sistem pertanian yang merubah kehidupan masyarakat lokal. Tetapi tidak semuanya dimanfaatkan.












Memang pada tahun 1980-an Lamtoro pernah diserang hama kutu loncat /Psyllid/Jumping Lice. Serangan hama ini sempat heboh sehingga berbagai langkah diambil untuk mengatasi hama kutu loncat ini. Ada yang melakukan penelitian, ada yang seminar, ada upaya penyemprotan secara besar-besaran, ada yang mengembangkan tanaman alternatif dan sebagainya. Ada proyek yang mengembangkan jenis-jenis lamtoro yang tahan kutu loncat atau yang mempunyai produktivitas yang lebih tinggi.

Fakta membuktikan bahwa lamtoro kemudian pulih dan menunjukan suatu model atau pola pemulihan (recovery) dengan keberlanjutan (sustainability) yang kuat dalam periode waktu yang cukup panjang (lebih dari 30 tahun). Bagi para peminat, peneliti atau ahli konsep dan teori analisis agroekosistem, atau system analysis, lamtoro adalah satu model menarik dan menantang untuk analisis system properties-nya atau melihat teori, konsep dan analisis serta disain keberlanjutan sebuah proyek.

Dari segi ekologis dan biologis, budidaya tanaman dan komoditas dapat kita katakan bahawa tanaman ini cepat tumbuh dan serba guna (multipurpose species). Tanaman ini sangat tahan kekeringan dan tahan kebakaran. Para pakar hama tanaman mungkin bisa menjelaskan apakah sudah pulih sama sekali atau apakah akan kembali lagi dalam periode tertentu.


Sudah ada berbagai penelitian di berbagai negara dan Indonesia khususnya, bahwa Lamtoro adalah tanaman serba guna. Bisa untuk konservasi tanah dan air, penyubur tanah, pakan ternak, kayu bakar, pelindung kopi dan kakao, atau pohon panjatan vanili, lada dll.

Luar biasa lamtoro tumbuh meluas di berbagai daerah tetapi sayangnya tidak banyak atau tidak semuanya dimanfaatkan. Daerah-daerah ini kelimpahan pakan ternak tetapi kekurangan ternak. Misalnya di Dampek ke Pota Lamtoro (Manggarai Timur) lamtoro lebih banyak ditebang untuk dijual sebagai kayu bakar dengan harga yang sangat murah Rp.2. 000 per ikat. Ketika berhenti sebentar saya wawancarai seorang Petani dia mengatakan tidak punya ternak. Tidak ada cukup uang untuk beli sapi atau kambing. Ketika ke Kupang saya ceritakan beberapa teman mereka bilang kirim orang Amarasi ke sana mereka bisa kaya. Walaupun tidak bisa sederhana itu tetapi bisa kita pastikan bahwa kita tidak melihat begitu besar potensi yang ada. Kita tidak tau pasti berapa luas lamtoro yang tumbuh dan berkembang antara Manggarai timur sampai ke Ngada. Ada yang perkirakan mungkin ribuan ha.





















Demikian juga di Sumba Barat Daya (SBD) bagian selatan ada banyak Lamtoro yang tidak dimanfaatkan. Saya wawancara seorang petani di selatan SBD mengapa tidak pelihara ternak. Jawabnya sederhana tidak punya uang untuk beli sapi. Lamtoro juga dapat diamati tumbuh di pinggir jalan antara Sumba Timur, Sumba Tengah dan SBD. Lihat lagi di lembah dan bukit di Solor, Lembata atau di Gunung di Alor. Lamtoro melimpah tetapi ternak sangat sedikit yang dimanfaatkan (mohon dikoreksi). Dari Camplong menuju Takari Lamtoro tumbuh subur sekali hijau segar pada musim hujan. Namun kalau ke arah Oekabiti dan Baun banyak pohon Lamtoro yang ditebang untuk dijual sebagai kayu penopang untuk konstruksi bangunan dua lantai. Di Amarasi tentu saja Lamtoro masih menjadi andalan dalam pemeliharaan sapi sistem penggemukan ternak ikat.

Dinas Peternakan sudah juga introduksi Lamtoro taramba yang lebih cepat tumbuhnya dan lebih produktif seperti dapat dilihat di sekitar Raknamo, Lili (Camplong), Malaka, lokasi-lokasi instalasi ternak di Timor, Sumba  dan Flores dan sebagainya. Mudahan-mudahan ini bisa diandalkan untuk mendukung peningkatan areal tanam pakan ternak dan populasi ternak.

Masalah apa yang bisa kita atasi dengan Lamtoro sebagai tanaman multiguna? Mengapa tidak dikembangkan dan dimanfaatkan secara luas? Salah satu peluang yang bisa dikembangkan adalah peternakan selain untuk membantu pertanian tradisional yang masih mengadalkan kesuburan alamiah, tanpa pupuk buatan atau intervensi teknologi dan komoditi komersial. Sejarah membuktikan bahwa Lamtoro berhasil merubah system pertanian di Amarasi dan Sikka di mana terjadi transformasi sistem pertanian lahan kering tradisional, subsisten menjadi sistem pertanian yang lebih berorientasi pasar dengan berbagai komoditinya.

Pengalaman ini perlu dimanfaatkan untuk membantu transformasi sistem pertanian saat ini yang sangat mungkin dilakukan dengan lamtoro berfungsi sebagai salah satu faktor kunci dalam perubahan yang ingin dibuat. Lamtoro bisa menjadi salah satu pakan ternak dalam system peternakan modern dan komersial. Lamtoro bisa menjadi tanaman penyubur tanah di pertanian yang masih dalam transisi dari pertanian tradisional menuju pertanian modern dan berorietasi pasar.

Di daerah-daerah yang kelebihan Lamtoro atau pakan ternak namun kekurangan ternak tidak banyak gangguan pada tanaman pertanian. Tetapi di daerah yang banyak ternaknya namun kekurangan pakan ternak, hewan-hewan piaraan ini menjadi masalah yang sangat serius karena ternak berkeliaran menghacurkan tanaman pertanian di kebun atau halaman masyarakat. Masyarakat tidak berdaya. Saya dapat laporan dari Bena (Amanuban Selatan), Manggarai Timur bagian Selatan (Lekolembo dan sekitarnya), Aesesa, Rendu (Nagekeo) dll. Menyedihkan. Apakah sebaiknya pemerintah menanam Lamtoro didukung dengan perluasan tanaman rumput-rumputan pakan ternak di daerah-daerah ini melalui kerjasama dan koordinasi Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (KPH)?















Kita perlu sepakat bahwa masih banyak petani kita yang masih tradisional, semi subsisten dan belum kuat orientasi pasarnya. Lamtoro adalah salah satu dari sedikit tanaman yang mempunyai peran strategis dalam membantu petani subsisten dan petani atau peternak komersial.  

Kupang, Agustus 2020

Tony Djogo

Comments

Popular posts from this blog

Kepemimpinan Lingkungan (Environmental Leadership)

Sakura Sumba, Konjil, Bubunik, Buni, SakuraTimor, Mudi (Cassia javanica)

Sejarah Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) versus Yayasan Geo Meno (YGM)